Solo Televisi

Solo Televisi
Solo Televisi media wisata dan budaya

Selasa, 10 Januari 2012

Jokowi, Wali Kota yang Revolusioner ( Solo Hebat )

Wali Kota Solo Joko Widodo saat ini sedang menjadi buah bibir. Keputusannya menggunakan mobil buatan anak SMK, Kiat Esemka sebagai mobil dinas sontak membuat pemberitaan menyorot Kota Solo.

jokowiTentu saja, keputusan pria yang akrab disapa Jokowi ini mengundang decak kagum. Akibatnya, mobil Kiat Esemka banjir pesanan mulai dari kalangan politisi hingga selebriti.

Seperti apa sosok sebenarnya seorang Jokowi? Tumbuh dari keluarga miskin yang tinggal di daerah bantaran kali yang kumuh, membuatnya tumbuh menjadi seorang pemimpin yang peka terhadap penderitaan dan berbagai problematika masyarakat miskin. Terlebih ketika spirit itu berpadu dengan pengalamannya selama 23 tahun bergelut di bidang ekspor, maka lahirlah berbagai kebijakan populis yang tak hanya membela dan melindungi kepentingan masyarakat bawah, tetapi juga berhasil menggeser paradigma jajaran pemerintahan kota yang dipimpinnya secara revolusioner.

Anak pertama dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi ini, sekolah SD sampai SMA di kota Solo. Kemudian melanjutkan kuliah bidang teknologi kayu di UGM, Yogyakarta. Setelah lulus kuliah ia sempat bekerja di Aceh selama 2 tahun, sebelum akhirnya mulai merintis usaha di kota kelahirannya. “Saya memulai usaha dari minus, bukan dari nol. Pelan-pelan merintis. Ya sekarang masih kecil, tapi paling tidak produksi yang kami hasilkan sudah diekspor,” kisahnya.

Semula ia mengaku tak berniat mencalonkan diri menjadi wali kota. Perhatiannya selama ini hanya tersita untuk urusan usaha yang telah dirintisnya. Sampai suatu ketika, ia merasa prihatin atas perkembangan dan pembangunan kota kelahirannya yang dirasa berhenti di tempat. “Saya melihat kok tidak semakin baik, tapi malah semakin turun dan semakin tidak baik. Sehingga saya merasa tergelitik, saya pikir mengelola kota itu apa sulitnya, sih?”

Pemikiran sederhana itulah yang membuat Jokowi merasa tertantang. “Tapi saya juga tidak serius-serius amat, karena saya juga merasa tidak terkenal. Jadi boleh dibilang, menjadi wali kota ini bagi saya seperti sebuah kecelakaan,” kelakarnya.

Tapi ketika akhirnya ia betul-betul terpilih menjadi orang nomor satu di jajaran pemerintahan kota Solo, maka Jokowi segera “mendiagnosa” berbagai penyakit yang membonsai pertumbuhan kotanya. Lalu apa yang ia temukan? “Saya kira masalah yang pertama adalah tak adanya leadership. Dan yang kedua adalah problem di sistem manajemennya. Karena ketika saya hidup di ekspor selama 23 tahun, ada tiga hal yang ‘tidak boleh tidak’ harus dipenuhi; Yaitu, yang pertama masalah Quality [kualitas]. Kedua, masalah Price [harga]. Artinya kita harus selalu efisien, sehingga harga kita bisa kompetitif. Dan yang ketiga, adalah masalah On time delivery [ketepatan waktu pengiriman].Ketiga hal ini saya kira sangat bepengaruh sekali dalam pengelolaan kepemerintahan dan pengelolaan sebuah kota, khususnya mempengaruhi kebijakan yang saya ambil,” paparnya. (*/dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar